Hubungan Sex Sedarah Antara Kakak Dan Adik

Aku yakin Kak Angga masih menginginkan melakukan hubungan seks dengan Mama saat kami kembali ke kamar kami masing-masing, tetapi ia tidak mau memaksa Mama yang sudah terlihat lelah dan terpuaskan….

Betul saja kata Mama, semakin aku tahu, maka semakin banyak ingin ku ketahui lagi. Kenapa Kak Angga seperti tidak pernah mencapai puncak kepuasan? Apakah memang begitu seharusnya? Tugas laki-laki hanyalah untuk memuaskan perempuan dalam hubungan seks? Pertanyaan-pertanyaan itu kembali memenuhi benakku, sehingga aku berpikir untuk mencari jawabannya dari Kak Angga.


Posisi kamarku memang lebih dekat dengan kamar Mama daripada kamar Kak Angga yang berada paling depan. Saat berada di depan kamarku, aku berpikir untuk tidak kembali ke kamar, tetapi mengikuti Kak Angga ke kamarnya. Ku lihat Kak Angga berjalan menuju kamarnya dan berniat membuka pintu kamarnya. Aku masih ragu, apakah pertanyaan dalam beakku ini harus ku tanyakan sekarang, atau nanti saja menunggu waktu yang tepat. Dalam kebingungan itu, aku dituntut untuk berpikir cepat dalam memutuskan, sebelum Kak Angga masuk dan mengunci pintu kamarnya. Ku lihat Kak Angga mulai melangkah masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamarnya. Dalam keadaan yang sangat mendesak itu, akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti Kak Angga ke kamarnya, tanpa sepengetahuan Mama.

Aku berlari kecil menuju pintu kamar Kak Angga yang baru saja tertutup. Dalam pikirku, aku harus masuk ke dalam kamar Kak Angga sebelum pintu itu terkunci. Dengan sedikit bergegas, ku raih gagang pintu kamar Kak Angga dan langsung ku buka. Aku beruntung, Kak Angga masih berada di balik pintu, dan hampir mengunci kamarnya. Melihat pintu kamar yang kembali ku buka dari muka, membuat Kak Angga terkejut.

“Ridhya!” Tanpa menghiraukan keterkejutan Kakakku, pintu kamar Kak Angga kembali ku tutup dan langsung ku kunci dari dalam. Setelah itu aku berbalik menghadap tubuh Kak Angga yang masih telanjang. Ku tatap batang kemaluannya yang mulai melemas terjuntai.

“Kak! lakukan denganku!” Pintaku sambil menarik kedua tangan Kak Angga.

“Tapi Mama tidak membolehkan, Dhya!”

“Ini rahasia kita, Kak! Mama nggak perlu tahu…”

Mendengar tawaran yang berbau permintaanku, akhirnya Kak Angga menerima tanpa berpikir terlalu lama, karena aku yakin Kak Angga masih belum mencapai kepuasan saat melakukan hubungan seks dengan Mama. Dengan sedikit senyuman kecil di bibirku, ku tarik lengan Kak Angga, dan ku baringkan tubuhku di tempat tidur Kak Angga seperti yang ku lihat Mama lakukan. Aku berbaring dengan paha mengangkang. Kak Angga yang sepertinya juga masih sangat bernafsu melakukan hubungan itu, langsung mengambil posisi. Ia duduk di lantai kamar dan mengarahkan wajahnya ke selangkanganku, lalu dengan lembut menjilati belahan vaginaku.

Kembali ku rasakan sensasi saat Mama menjilati vaginaku. Tetapi kali ini dilakukan oleh Kak Angga. Kali ini ada hal yang berbeda dengan yang ku rasakan sebelumnya, karena kali ini, selain merasakan lidah yang memainkan belahan vaginaku, aku juga merasakan sensasi lain saat kedua tangan Kak Angga meremas-remas payudaraku yang baru mulai tumbuh. Aku mulai menemukan alasan, mengapa Mama mendesah saat bagian-bagian tubuhnya disentuh oleh laki-laki, karena aku sendiri tidak bisa menahan desahan yang keluar secara tidak sadar dari bibirku.

Tak berapa lama, Kak Angga berdiri dan sepertinya moment yang aku tunggu akan segera terjadi. Saat Kak Angga berdiri, aku bisa melihat batang penisnya yang panjang dan besar berdiri tegak mengacung. Tanpa pikir panjang, tangan Kak Angga memegang batang penisnya dan mengarahkan kepala penisnya ke belahan vaginaku yang saat itu masih ditumbuhi oleh bulu-buku kecil. Kak Angga memainkan kepala penisnya di belahan vaginaku, luar biasa rasanya saat kepala penis Kakak menyentuh clitorisku.

Kak Angga mencoba naik ke atas ranjangnya dengan tetap pada posisi mengarahkan ujung penisnya ke belahan sempit di selangkanganku. Dengan posisi tiarap bertopang tangan, Kak Angga mencoba memasukkan penisnya ke dalam lobang vaginaku. Dapat ku rasakan kepala penis Kak Angga memaksa masuk ke lobang vaginaku. Aku hanya diam karena tak tahu harus berbuat apa. Aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya saat penis seorang pria menerobos masuk ke dalam lobang vagina.

Kak Angga terus mencoba menekan pantatnya agar batang penisnya bisa masuk sempurna ke dalam vaginaku. Memang tidak terasa sakit bagiku, tetapi sepertinya lobang vaginaku memang masih terlalu sempit untuk menerima ukuran penis orang dewasa. Namun demikian, aku tetap membiarkan Kakak berusaha memasukkan penisnya ke lobang vaginaku. Kak Angga menatapku dengan birahi yang terbalut rasa kasihan. Ia kemudian merebahkan tubuhnya di atas tubuhku dengan penis berada di sela pahaku yang terkangkang.

“Sakit, Dhya!?” bisiknya di telingaku.

“Tidak, Kak!” Jawabku singkat.

“Dhya! punyamu sempit sekali…”

“Iya juga sih..!! Tapi apa bukan karena punya Kakak yg terlalu besar, Kak?”

“Nggak juga…!! Kakak coba lebih keras, nggak apa-apa kan?

“Paksa aja, Kak! Ridhya nggak merasa sakit kok…”

Kakak kembali mengambil posisi dan mengarahkan kepala penisnya ke lobang vaginaku. Aku juga berusaha mengangkang selebarnya agar batang penis Kakak bisa masuk lebih mudah ke dalam vaginaku. Dapat ku rasakan kepala penis Kak Angga kembali memaksa masuk ke dalam lobang vaginaku yang sempit. Ia berusaha menekan lebih keras agar penisnya bisa masuk. Hingga akhirnya, ia berhasil memasukkan kepala penisnya masuk dalam vaginaku. Memang kepala penis Kak Angga benar-benar terasa sesak dalam dalam vaginaku. Bagaimana jika seluruh panjang penis Kakak itu masuk sempurna, seperti apa rasanya.

Kak Angga kembali menarik kepala penisnya sedikit keluar, lalu memasukkannya kembali dengan tekanan yang lebih kuat, sehingga dapat ku rasakan sedikit demi sedikit batang penis Kak Angga mulai memenuhi rongga sempit dalam vaginaku. Kak Angga terus berusaha memasukkan penisnya dengan menarik dan menekan pantatnya, hingga akhirnya seluruh batang penis yang besar dan panjang itu berhasil masuk sempurna dalam lobang vaginaku. Dapat ku rasakan rongga vaginaku terisi sesak dengan penis Kak Angga.

Dalam posisi penis yang telah tenggelam sempurna, Kak Angga merebahkan tubuhnya di atas tubuhku selama beberapa saat. Ku dengar ia berbisik di telingaku:

“Huuh..!! nikmat sekali, Dhya! punya kakak bisa langsung keluar kalau dijepit erat begini….” Mendengar kata-kata Kak Angga, aku jadi bingung. Apa maksud dari kata “keluar” yang dia ucapkan.

“Keluar apanya, Kak?” Tanyaku penasaran.

“Ya, nanti kamu akan tahu sendiri… Kakak mulai, ya?” Aku semakin penasaran dengan jawaban Kakak. ditambah lagi Kak Angga mengatakan kata “Mulai”. Dalam pikiranku, bukankah Kakak telah berhasil memasukkan penisnya ke dalam vaginaku? Dalam bingung, aku diam saja dan membiarkan Kakak kembali menegakkan tangannya, dan selanjutnya ia menarik batang penisnya yang telah tenggelam sempurna dalam vaginaku, lalu menekannya masuk kembali.

Kakak terus melakukan itu dengan perlahan terhadapku, sehingga dapat ku rasakan gesekan antara batang penis Kak Angga dengan dinding rongga vaginaku, yang menghasilkan sensasi baru yang belum pernah ku rasakan. Semakin lama gerakan Kak Angga memainkan penisnya keluar masuk di lobang vaginaku semakin cepat, sehingga sensasi kenikmatan itu semakin terasa. Tidak ada rasa sakit sama sekali yang ku rasakan, meskipun sebenarnya lobang vaginaku terasa sangat sesak dengan masukknya batang penis Kakak. Yang terasa hanya sensasi kenikmatan yang tidak bisa aku ungkapkan.

Gerakan penis Kak Angga semakin cepat mengobok-obok lobang vaginaku yang terasa sangat becek, hingga akhirnya tubuhku mengejang seirama dengan ada rasa sesuatu yang ingin menyembur keluar dari dalam vaginaku yang terisi sesak oleh penis Kak Angga.  Desah di bibirku tak bisa ku tahan lagi, aku merasa seperti benar-benar ingin pipis, hingga tak seberapa lama kemudian tubuhku melemas.

Lalu tiba-tiba Kak Angga mengeluarkan penisnya dari lobang vaginaku dan mengarahkannya ke permukaan perutku, kemudian tiba-tiba cairan putih susu yang kental menyemprot deras dari ujung penis Kak Angga. Beberapa kali semburan itu mengotori permukaan perut dan dadaku, hingga akhirnya penis Kak Angga terlihat melemas dan mengecil. Kak Angga juga terlihat terhengal kelelahan lalu menghempaskan tubuhnya di sisiku.

“Kak! ini diapa’in?” tanyaku pada Kak Angga tentang cairan putih di atas perutku. Kak Angga menatapku dengan senyum kecil di bibirnya.

“Itulah yang Kakak maksud dengan “Keluar”, Dhya! Kata kakak dengan nada sedikit mengejek sekaligus memberitahuku.

“Maksud Kakak?”

“Iya..!! Cowok itu ya, kalau udah keluar sperma baru lemas…”

“Ini sperma, ya Kak?”

“Iya…!! Tuh di atas meja Kakak ada tissue… bersihin sendiri…” Kata Kak Angga. Aku pun bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju meja untuk mengambil tissue dan membersihkan air semburan dari penis Kakak yang ternyata namanya sperma…. :lol:

*********************

Saat matahari mulai bangkit dari peraduannya, aku terbangun karena aku merasa ada sesuatu yang merayap di selangkanganku. Dengan setengah terkejut, ternyata itu lidah Kakak yang kembali menggodaku untuk kembali melakukan hubungan seks. Tanpa penolakan sedikitpun, ajakan Kakak itu bersambut, karena ada rasa nikmat yang sangat besar yang selalu ingin ku rasakan. Bahkan dalam dinginnya suasana subuh, aku merasakan adanya kenikmatan yang lebih sensasional, karena vaginaku aku juga sudah mulai terbiasa dengan penis berukuran lebih besar dari kapasitas rongga vaginaku…

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel