Aku Bercinta Dengan Seorang Pengemis
Sunday, October 6, 2013
Edit
Jam 14.30, keadaan kantor sudah tidak terlalu ramai, karyawan lain satu persatu mulai meninggalkan kantor. Karena rencana ingin lembur, maka aku keluar dari kantorku untuk mencari minuman dingin dan sedikit cemilan. Di depan kantorku ada toko sederhana. di sanalah aku membeli makanan dan minuman untuk keperluanku lembur malam ini. Namun ada sesuatu yang menarik perhatianku, yaitu seorang Ibu berpakaian lusuh yang duduk di depan gerbang kantor. Bersamanya ada seorang anak
kecil, mungkin usianya baru 1o atau 11 tahun. Karena merasa iba dengan keadaan mereka, aku membeli beberapa bungkus roti lebih yang rencananya untuk ku berikan pada mereka.
Setelah semua pesananku telah ku peroleh, ku tinggalkan toko tersebut dan mendatangi perempuan dengan anak kecil itu. Saat berada di hadapan perempuan yang duduk di depan kantor itu, ada pikiran lain yang ada di kepalaku, karena secara tidak sengaja pandanganku masuk ke sesuatu benda yang berada di bagian dalam pakaiannya yang sedikit terbuka. Payudara yang sepertinya tidak terbungkus BH itu begitu jelas terlihat saat aku berdiri di hadapan mereka. Adanya dorongan situasi dan keadaan yang sangat mendukung, maka ku rubah rencanaku.
“Ibu..! Ini saya punya beberapa makanan. Kalau Ibu mau, kita bisa sama-sama makan di ruangan saya”. Begitu kataku sambil memberikan uang Rp.1000,- perak ke tangannya.
“Terima kasih, Pak! kalau boleh kami makan di sini saja…” jawab perempuan itu.
“tidak apa-apa kok, Bu! sekali-kali kita makan di ruangan saya, ya! kalau Ibu mau, Ibu bisa ikuti saya…” begitu jawabku sambil beranjak meninggalkan perempuan itu tanpa memberinya roti yang kujanjikan. Aku terus berjalan menuju pintu masuk kantorku sambil terus berharap perempuan itu menerima ajakanku. Saat aku membuka pintu kantor dan berencana menutupnya kembali, ku lihat perempuan itu berjalan dengan langkah agak cepat sambil menggandeng anak kecil yang bersamanya tadi. Aku hanya tersenyum dan dalam hatiku berkata, “akhirnya kau masuk dalam jebakanku…!!!”
Dengan penawaran yang sopan, ku ajak mereka ke ruanganku dan ku layani mereka seperti tamu. Setelah perempuan setengah baya itu berada di ruanganku, aku kembali ke luar untuk mengunci pintu depan kantor, lalu masuk kembali ke ruanganku setelah ku pastikan semua keadaan aman dan terkendali.
“Ini makanan buat Ibu dan ini buat ade…!” sapaku sambil memberikan sebungkus roti untuk masing-masing mereka
“Makasih banyak ya, Pak!” jawab Ibu itu, sambil membuka bungusan roti itu dan memberikannya pada anak kecil di sampingya. Dalam posisi berhadapan seperti layaknya tamuku, kucoba untuk memulai percakapan.
“ngomong-ngomong.. Ibu tinggal di mana?”
“kami tidak punya tempat tinggal lagi, Pak! kebakaran bulan lalu telah menghanguskan gubuk tempat biasa kami tinggal…”
“Ooh! jadi kalau malam nginap di mana, Bu?”
“kalau malam, ya di jalanan aja, Pak! kadang di depan toko, kadang di trotoar, di mana saja lah, asal bisa tidur.”
“ini anak Ibu?”
“Ya!”
“Suami IBu dimana?”
“Suami saya, sudah lama meninggal… O ya! makasih atas makanannya ya, Pak!”
Tiba-tiba wanita itu bangkit dari tempat duduknya dan kembali memegang tangan anaknya untuk meninggalkan ruanganku. Tetapi rencana mereka ku tahan.
“Ibu! ini saya punya uang Rp.10.000,-”
“Untuk saya, Pak?”
“Iya! Tapi saya memberikan ini dengan syarat…”
“Maksud Bapak?”
“Syaratnya, Ibu dan anak Ibu temani saya lembur malam ini… sekalian malam ini, Ibu tidak perlu tidur dijalan, Bu!”
“Ya, saya mau, Pak!”
Akhirnya, perempuan itu bersedia bermalam di kantorku. Sambil aku mengerjakan beberapa tugasku yang belum selesai, aku meminta perempuan itu untuk sedikit beraktivitas membersihkan ruanganku dan ruangan utama di kantorku. Sekitar pukul 20.00, perempuan itu tertidur di sofa bersama anaknya. Melihat sosok perempuan yang sedang tertidur, keinginanku untuk memulai rencanaku semakin tak tertahan. Ku dekati mereka, dan duduk di samping perempuan itu lalu ku guncang pelan tubuhnya untuk membangunkannya. Perempuan itu terbangun dan terkejut…
“Bapak!?”
“Ssst..!! jangan keras-keras, nanti anak Ibu bangun…”
“Ada apa, Pak?”
“Saya akan memberikan Rp.50.000,- jika Ibu mau melayani saya malam ini…”
“Maksud Bapak?”
“Maksud saya ini….” Ku rangkul tubuhnya dan ku remas payudaranya yang ternyata memang tidak ditutupi BH. Wanita itu diam merasakan perlakuanku terhadapnya, lalu tiba-tiba ia berkata dengan nada berbisik.
“Rp.50.000,- ya, Pak?”
“Iya! mungkin lebih jika Ibu mampu melayani saya sampai puas….”
“Baik, Pak! Apapun yang Bapak minta, saya mau…”
Akhirnya, ku ajak perempuan itu ke kamar mandi, ku lepaskan seluruh pakaianku dan pakaiannya. Di bawah guyuran air dan busa sabun, kejelajahi seluruh tubuhnya. Sepertinya wanita ini juga menikmati setiap sentuhanku di tubuh bugilnya. Terutama saat jariku mulai menerobos masuk ke dalam liang vaginanya yang ditumbuhi bulu lebat, ia mendesah tak karuan menahan sensasi kenikmatan yang pastinya dia rasakan.
Permainan belum selesai di kamar mandi itu, karena ku ingin melanjutkan di tempat lain yang lebih kering. Ku baringkan tubuhnya di atas karpet dalam ruangan kerjaku, dan ku buka kedua pahanya, lalu ku masukkan batang penisku ke liang vaginanya. Kembali kensasi kenikmatan birahi mengalir dalam darahku dan darahnya. Sampai akhirnya ia mengejang pertanda bahwa ia telah mencapai klimak.
Aku terus menggumuli perempuan itu untuk mengejar orgasme yang sudah menuju klimak. Namun permainan seks yang kami lakukan tiba-tiba dikejutkan oleh pintu ruanganku yang terbuka. Tanpa kami sempat membenahi diri, dihadapan kamu telah berdiri gadis kecil anak perempuan itu.
“Ibu! Ibu sedang apa di lantai? Kenapa Ibu telanjang? Bapak kok..!? Kenapa Ibu saya di tindih?” Mendengar pertanyaan anaknya yang sangat polos itu, pikiranku semakin kotor. Akhirnya ku katakan pada perempuan itu.
“Saya akan berikan Rp.100.000,- jika Ibu mengizinkan saya melakukan ini dengan anak perempuan Ibu ini?”
“Apa? tidak mungkin…!! Bapak bisa melakukannya berapa kalipun yang Bapak mau dengan saya, tetapi tidak dengan anak saya. Dia masih anak-anak…”
“Saya tidak memaksa, kok! itu kalau Ibu mau…”
Karena suasana erotisme yang terganggu, birahiku pun menurun diiringi oleh melemahnya batang penisku yang masih menancap di lobang vaginanya. Aku kemudian berdiri dan mencabut batang penisku dari lobang di selangkangan perempuan itu. Tetapi tiba-tiba perempuan itu menarik tanganku dan berkata:
“Rp.200.000,- untuk keperawanannya…!”
“OK..!!” jawabku dengan semangat birahi yang mulai tumbuh lagi.
Ku dekati anak perempuan itu dan ku coba untuk memulai pembicaraan dan memberi pengertian padanya.
“Nama kamu siapa?”
“Mila!”
“Lihat yang Bapak lakukan dengan Ibumu ini baik-baik, ya!” Aku mendudukkan tubuh Ibunya di sofa dan membimbingnya untuk melihat jelas saat aku memasukkan batang penisku kembali ke belahan vagina Ibunya.
“Ini rasanya sangat nikmat! dan Bapak ingin melakukannya dengan Mila… Sekarang Mila lepaskan seluruh pakaian Mila!”
Mila yang ternyata nama anak dari perempuan itu melepaskan seluruh pakaiannya dan tampaklah buah dada yang masih sangat kecil serta vagina yang hanya berbentuk lipatan kulit. Terpikir olehku, apakah bisa ku masukkan penisku ke lobang vagina anak ini? Tetapi di sisi lain, ini sebuah kesempatan merasakan sensasi vagina anak yang masin berusia belasan.
Akhirnya, ku kangkangkan kedua kaki Mila yang duduk di atas sofa, ku gosok batang penisku dan belahan vaginanya dengan sabun cair yang ku ambil dari kamar mandi. Perlahan tapi pasti, batang penisku akhirnya berhasil menerobos masuk ke lobang vagina Mila yang sangat rapat dan menjepit. Sehingga tidak seberapa lama, aku tidak mampu menahan sperma yang menyembur mengisi liang vagina Mila. Setelah penisku melemah, barulah ku keluarkan batang penisku dari liang kecil itu